Minggu, 20 Agustus 2017

Jejak Historis Benteng Lodewijk (Fort Lodewijk) Mengare, Gresik

Gambar: Benteng Lodewijk dibangun sejak tahun 1808 di P. Mengare, Gresik

Oleh: 

Eko Jarwanto, M.Pd.

Guru Sejarah SMA Assaadah Bungah, Gresik, Wakil Ketua MGMP Sejarah Kab. Gresik & Peraih Medali Emas OGN (Olimpiade Guru Nasional) Tingkat Nasional tahun 2017

          






          Wilayah Gresik telah dikenal sebagai ladang harta karun yang melimpah bagi kajian dan penggalian berbagai peninggalan sejarah, terutama dalam era-Islamisasi. Hal ini terbukti dengan banyak ditemukannya jejak nisan makam Islam, seperti nisan Siti Fatimah binti Maimun di Leran (Manyar) yang merupakan temuan makam Islam tertua se-Asia Tenggara, nisan makam Sunan Giri dan Maulana Malik Ibrahim dengan corak dan ciri khasnya masing-masing, nisan makam panjang, serta nisan-nisan lain sezaman yang tersebar di seluruh Gresik. Namun demikian, masih banyak dari khalayak umum masyarakat yang belum mengetahui serta memahami bahwa wilayah Gresik juga masih banyak memiliki peninggalan bersejarah di era-pasca Islam. Peninggalan sejarah tersebut terkait erat dengan era-kolonialisme bangsa-bangsa Eropa di Indonesia. Salah satu peninggalan bersejarah paling penting bagi kontribusi sejarah nasional adalah keberadaan situs Benteng Lodewijk yang berada di kawasan Pulau Mengare, Gresik. Menilik letaknya, Benteng Lodewijk ini masuk dalam kategori benteng di suatu pulau.
Benteng sendiri dapat diartikan sebagai bangunan tempat berlindung atau bertahan dari serangan musuh, bisa juga benteng menunjuk kepada dinding (tembok) untuk menahan serangan. Dalam “Ensilopedi Indonesia”  benteng didefinisikan sebagai lokasi militer atau bangunan yang didirikan secara khusus, diperkuat, dan tertutup untuk melindungi sebuah instalasi daerah atau sepasukan tentara dari serangan musuh atau untuk menguasai suatu daerah. Bahkan, secara khusus bangunan benteng diasosiasikan dengan kegiatan militer. Kehadiran benteng, seperti Benteng Lodewijk tidak lepas dari kebutuhan manusia akan rasa aman serta untuk pertahanan. Demi sebuah pertahanan kota maka dapat dilakukan dengan mendirikan tembok, parit maupun benteng pertahanan terakhir. Bahkan, pada abad 15-17 para pedagang Eropa selalu berusaha untuk memperbesar gudang-gudang kecil tidak bersenjata menjadi sebuah bangunan benteng, yang tak hanya mampu menahan api namun juga serangan bersenjata.

A. Posisi Benteng Lodewijk (Fort Lodewijk).
              Secara administratif peninggalan sejarah Benteng Lodewijk berlokasi di Ds.Tajung Widoro, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Prop. Jawa Timur. Dari pusat kota Gresik, Benteng Lodewijk berjarak kurang lebih 25 Km. Benteng Lodewijk berada di sekitar kawasan Pulau Mengare (Manarie dalam ejaan bahasa Belanda).[2] Benteng Lodewijk berada di kawasan pesisir pantai utara Jawa. Benteng ini terletak tepat di sekitar muara Sungai Bengawan Solo Lawas. Di sebelah selatan, benteng ini berbatasan dengan Sungai Cemara yang berdampingan dengan keberadaan Pulau Mengare. Di sebelah barat berbatasan dengan endapan sungai Bengawan Solo. Bagian utara berbatasan dengan laut Jawa serta di bagian timur berhadapan langsung dengan Selat Madura yang dari seberang juga nampak Pulau Madura.

B. Jejak Sejarah Awal Benteng Lodewijk.
Jejak sejarah pembangunan Benteng Lodewijk di Mengare dimulai ketika Gubernur Jenderal Herman William Daendels mulai berkuasa di Jawa tahun 1808. Dampak dari kekalahan Pemerintahan Belanda atas Perancis maka berakibat ditunjuknya Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Hindia Belanda sejak tahun 1808. Tugas utama penunjukannya adalah untuk mempersiapkan pertahanan Jawa dari serangan Inggris.[4] Demi tujuan tersebut, maka Herman Willem Daendels memerintahkan pembuatan Jalan Raya Pos dari wilayah Anyer sampai Panarukan yang melintasi wilayah seluruh Pantai Utara Jawa, dengan tujuan agar pasukan tentaranya lebih mudah untuk bergerak.
Selain pembuatan jalan, Herman Willem Daendels juga merencanakan pembuatan dua benteng pertahanan yang masing-masing berada di Merak (Jawa Barat) dan di Pulau Mengar (Gresik) Jawa Timur. Benteng di Gresik ini dibangun dengan tujuan untuk mengawasi berbagai aktivitas politik dan militer di sekitar perairan Selat Madura, Pelabuhan Surabaya, dan Pulau Madura. Semua upaya itu adalah untuk mengantisipasi pendaratan pasukan Inggris. Mengingat adanya peristiwa malaria yang menyerang para pekerja pembuatan benteng di Merak, maka benteng yang dibangun di Jawa Barat tersebut gagal terwujud. Adapun benteng yang dibangun di Pulau Mengare dapat terselesaikan pada tahun 1808 dan kemudian benteng tersebut diberikan nama Fort Lodewijk atau Fort Louis yang berguna untuk menjaga jalan masuk sisi Barat Laut ke Selat Madura. Catatan Inggris menyebutkan bahwa Benteng Lodewijk berjarak 6 mil dari Gresik dan 5 mil dari Ujung Pangkah. Diceritakan pula bahwa Herman Willem Daendels memberi perhatian besar terhadap pembuatan benteng tersebut dengan mengerahkan 750 orang pekerja.
Benteng Lodewijk di Mengare (Gresik) selesai dibangun pada tahun 1808.[5] Kepala proyek pembangunan Benteng Lodewijk dipercayakan kepada Laksamana Buyskess. Pemberian nama Lodewijk pada bangunan benteng tersebut ialah untuk menghormati Louis Bonaparte sebagai orang yg mengangkat H.W. Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada peta kuno tahun 1811 dari "The Qonquest of Java" terdapat informasi mengenai keberadaan Benteng Lodewijk. Menurut catatan informasi masa kolonial tersebut, bahwa bangunan Benteng Lodewijk ternyata dibangun diatas endapan lumpur yang menjorok ke selat madura dan berjarak sekitar 1.400 yard dari Pulau Mengare. Dalam buku karya Mayor Thorn (1815) yang berjudul “Penaklukan Pulau Jawa” ditulis sebagai berikut:
"The insular fort stands at the extremity of a mud-bank, which project into the channels about 1400 yards from the Island of Menarie; but the bank is not visible even at low water." [6]

              Saat Komunitas Rodebrug Soerabaia mengunungi lokasi tersebut, mereka menemukan bata-bata kuno berangka tahun antara 1833 hingga 1836. Angka-angka tersebut nampaknya menunjukkan tahun dibangunnya Benteng Lodewijk. Benteng Lodewijk nampaknya tidak rampung dibangun dans empat ditinggalkan. Namun, menjelang Perang Dunia II, benteng ini kembali difungsikan. Dasar penjelasan bahwa benteng ini telah difungsikan kembali adalah buku Mars at Historia, yang menyebutkan adanya penempatan meriam di Lodewijk dan juga catatan seorang prajurit Belanda bernama Han Samethini, seorang operator senjata anti udara yang ebrtugas menempati pos di Benteng Lodewijk.[7]

C. Struktur Bangun Benteng Lodwijk (Fort Lodwijk).
Dari manuskrip kartografi koleksi Arsip Nasional No. E83 dapat diketahui bahwa Benteng Lodewijk memiliki denah empat persegi panjang yang dilengkapi dengan bastion pada keempat sudutnya. Pintu masuk benteng berjumlah 1 buah dan terletak di sisi selatan serta tidak terlihat adanya parit yang mengelilinginya. Tidak ditemukannya parit ini mengingat posisi benteng yang berada wilayah di kepulauan. Di bagian dalam benteng terdapat sejumlah struktur bangunan, di antaranya barak-barak serdadu, markas perwira, dan gudang mesiu. Sumber-sumber Belanda maupun Inggris menyebutkan bahwa Benteng Lodewijk tersebut berukuran cukup besar, yakni dapat menampung 800 prajurit dengan dipersenjatai lebih dari 102 pucuk meriam. Sumber lain menyebutkan bahwa Benteng Lodewijk juga dapat dilengkapi dengan 83 meriam dan mortar. Namun pada tahun 1857 benteng itu kemudian ditinggalankan oleh pemerintahan Hindia-Belanda.[8] Hal ini berarti masa penggunaan Benteng Lodewijk secara normal hanya berlangsung 50 tahun, yaitu antara tahun 1808 hingga 1857. Meskipun pada era Perang Dunia II benteng ini kembali difungsikan sebagai basis pengintaian dan pertahanan Belanda.
Berdasarkan peta kuno Belanda tahun 1811 diperoleh informasi mengenai denah Benteng Lodewijk. Dari gambar peta diketahui bahwa Benteng Lodewijk secara umum berbentuk persegi panjang dengan keempat sisinya memiliki Bastion. [9]Di dalam benteng digambarkan struktur bangunan yang memiliki beragam fungsi, terutama terkait dengan aspek kemiliteran masa kolonial. Menurut penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 2006-2008 menyatakan bahwa luas Benteng Lodewijk mencapai 4,5 hektare.
Struktur bangunan Benteng Lodewijk saat itu dapat dikatakan sangat canggih, yaitu menggunakan pondasi kayu yang berdiri diatas lumpur dan baru didirikan Benteng Lodewijk, atau sekarang ada yang menyebut pondasi ceker ayam. Berdasarkan hasil ekskafasi dan studi penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta juga diperoleh informasi bahwa saat ini Benteng Lodewijk telah mengalami perubahan bentuk pada beberapa sisinya akibat proses kerusakan alam. Terutama pada aspek “Bastion Benteng”, yaitu pada bagian Bastion sisi Timur Laut dan Bastion Tenggara yang kondisisnya kini telah rusak akibat proses abrasi laut.
Hasil ekskafasi di sisi Bastion Barat Daya dan Barat laut diperoleh informasi mengenai struktur bangunan. Pada kedua Bastion tersebut ditemukan struktur batu bata putih sebagai bahan dasar bangunan. Hasil ekskafasi juga ditemukan pula berbagai peninggalan berupa tembikar, keramik, gelas, dan logam. Hasil penelitian mampu menunjukkan informasi baru mengenai keberadaan dua sumur tua yang ternyata tidak terdapat dalam peta benteng di tahun 1811. Hasil kajian Balai Arkeologi Yogyakarta menemukan dua buah sumur yang berlokasi di sisi Bastion Barat Daya dan sisi Utara dekat benteng. Ditemukan pula beberapa saluran parit air yang berfungsi sebagai parit pembuangan yang bersumber dari dalam benteng. Parit-parit air ini dahulunya berada di dalam benteng yang terhubung ke luar benteng, namun karena proses abrasi laut selama lebih dari seratus tahun maka saluran parit air benteng sisi timur telah berada di luar secara keseluruhan. Benteng Lodewijk sendiri juga memiliki fasilitas-fasilitas pendukung di dalamnya, seperti bangunan tempat tinggal perwira dan komandan serta barak-barak prajurit. Ada juga ruang khusus yang digunakan sebagai gudang senjata serta mesiu.
Di dalam benteng sempat ditemukan pula fragmen-fragmen oleh para peneliti. Fragmen keramik yang ditemukan di sekitar benteng sebagian berasal dari produksi (buatan) orang Eropa dan Cina. Fragmen keramik yang ditemukan berupa piring, mangkok, dan sendok. Temuan fragmen gerabah terdiri atas berbagai bentuk, seperti kendi dan kuwali (tempat air). Fragmen kaca yang ditemukan berupa botol dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna. Temuan fragmen besi hanya berupa paku. Temuan lainnya adalah berupa koin mata uang yang tertera angka 1834. Kemudian fragmen-fragmen tulang yang juga ditemukan berupa gigi dan tulang rusuk binatang.

                                            
D. Proses Pembangunan Benteng
              Bagaimanakah Benteng Lodewijk ini dibangun mengingat lokasi benteng tersebut berada di daerah endapan lumpur. Menurut hasil kajian Balai Kajian Arkeologi Yogyakarta menunjukkan bahwa proses pembangunan benteng tersebut ternyata melalui beberapa tahapan, terutama pada bagian pondasi benteng. Mengingat struktur tanah yang berlumpur hasil dari endapan Sungai bengawan Solo Lawas, maka tahapan pertama pembangunan adalah dengan menancapkan terucuk-terusuk kayu yang panjangnya hampir setengah meter. Kemudian di atas terucuk kayu dilapisi urukan-urukan pasir dan sisa batu bata putih. Tahap berikutnya Benteng Lodewijk siap dibangun diatas urukan-urukan tersebut. Proses pembuatan Benteng Lodewijk tersebut menurut catatan mengerahkan 750 orang pekerja agar selesai.
              Di bagian Pulau Mengare lainnya juga terdapat peninggalan bersejarah yang terkait langsung dengan proses pembangunan Benteng Lodewijk. Di Pulau Mengare, tepatnya di Desa Kramat ditemukan 6 buah lubang galian batu bata putih serta sisa-sisa jalur lori (rel kereta) yang terhubung ke pantai mengare. Jalur inilah yang nampaknya digunakan pada saat pembangunan benteng. Lubang-lubang berdiameter 30–50 meter tersebut adalah bekas galian tanah uruk batu kapur yang diangkut ke Benteng Lodewijk. Tanah uruk diangkut dengan lori menuju areal benteng. Proses pembangunan Benteng Lodewijk mengambil bahan dasar batu bata putih dari Pulau Mengare (Desa Kramat) untuk diangkut oleh kereta dorong menuju pantai dan selanjutnya diangkut menggunakan perahu atau kapal menuju ketempat bangunan benteng sekarang.

--000--


Daftar Pustaka:

Ady Setyawan. 2010. Benteng-Benteng Surabaya. Surabaya: Komunitas Roede Brug Soerabaia.
Major William Thorn. 1815. Penaklukan Pulau Jawa. Media Komputindo.
___________________1815. The Conquest of Java - Nineteenth-century Java seen through the eyes of a soldier of the British Empire
Umar Wirahadi dan Guslan Gumilang. 2017. Perjalanan Eksotis Telusuri Pulau Mengare 1-6 (Jawa Pos). Surabaya. Senin, 24 Jul 2017
Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional indonesia (Jilid IV). Jakarta: Balai Pustaka.
Majalah Dermaga. 2013. Benteng Providencia (Dalam Majalah dermaga). Edisi 177 Agustus 2013.www.majalahderaga.com.
Marten Douwes Teenstra. 1846. Beknopte beschrijving van de Nederlandsche overzeesche bezittingen. The Groningen.
Hasil Kajian Penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta.
http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/siteregnas/public/objek/newdetail/PO2017011600001/Benteng-Lodewijk
http://patembayancitralekha.com/2016/08/18/benteng-tabanio/





[1] . Identitas Penulis
[2] . Dalam beberapa referensi kolonial (Hindia-Belanda), Pulau Mengare disebut dengan Manarie atau Manari.
[3] . Archieve Nationale, Fonds de la Secreterirerie d’Etat IV 1740,Caran, Paris/Eymeret tt: 145-146. Atas budi baik Mas Ady Setyawan (roodebrugsoerabaia)
[4] . Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional indonesia (Jilid IV). Jakarta: Balai Pustaka.
[5] . Ketika Gubernur Jenderal Hirman Willem Daendles berkuasa (1805-1811) dan menetap di Surabaya, kota Surabaya diset up dan dibangun sebagai sebuah kota Eropa kecil. Daendles menjadikan kota Surabaya sebagai kota dagang sekaligus kota benteng. Surabaya mulai dihubungkan dengan Jalan Pos Besar (Grote Postweg) atau Jalan Daendles, yang menghubungkan kota-kota pantai utara pulau Jawa dari Anyer sampai Panarukan. Sarana dan prasarana mulai dibangun dengan gaya Eropa. Rumah penguasa dinas (Tuinhuis, rumah kebun) yang terletak di Simpangstraat (Jl Pemuda) dirombak menjadi rumah mewah bak istana, dan dijadikan rumah dinasnya. Sebagai kota benteng, ia melengkapi Surabaya dengan pabrik senjata (Altellerie Constructie Winkel), dan sebuah benteng di mulut Pulau Menarie (Fort Lodewijk), yang pada 1857 dimusnahkan. Ia juga mendirikan asrama militer lengkap dengan sebuah tangsi dan markas di Jotangan (Taman Sikatan), rumah sakit militer CBZ (Central Burgerlijke Ziekenhuis) di Simpangstraat, yang sekarang menjadi pusat belanja Surabaya Delta Plaza.
[6] . Judul asli berbahasa Inggris edisi cetak ulang tahun 1993 : The Conquest of Java - Nineteenth-century Java seen through the eyes of a soldier of the British Empire: Major William Thorn.
[7] . Ady Setyawan dalam “Benteng-Benteng Surabaya”. Komunitas Rodebrug Soerabaia. Halaman 105.
[8].http://www.cagarbudaya.kemdikbud.go.id/siteregnas/public/objek/newdetail/P O20170116 00001 / Benteng - Lodewijk
[9] . “Bastion” merupakan bagian dari bangunan benteng sebagai pengganti sebuah menara
[10] . Ilustrasi didapatkan dari hasil kajian Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 2006-2008.

1 komentar:

  1. Boz,,,gmna teknik buat penulisan kyak gini/buat penulisan karya tulis ilmiah.. pngin bikin karya tulis, tpi berhubung lama ndk bikin jdi lupa. ada semcam literatur yg mudah dipahami kah..??

    BalasHapus

  Seri: GPS 1 Judul Buku:  Gresik Punya Sejarah (Peran Gresik dalam Lintasan Sejarah Nusantara) Penulis: Eko Jarwanto Ready awal...