![]() |
Gambar: Benteng Lodewijk dibangun sejak tahun 1808 di P. Mengare, Gresik |
Oleh:
Eko Jarwanto, M.Pd.
Guru Sejarah SMA Assaadah Bungah, Gresik, Wakil Ketua MGMP Sejarah Kab. Gresik & Peraih Medali Emas OGN (Olimpiade Guru Nasional) Tingkat Nasional tahun 2017
Guru Sejarah SMA Assaadah Bungah, Gresik, Wakil Ketua MGMP Sejarah Kab. Gresik & Peraih Medali Emas OGN (Olimpiade Guru Nasional) Tingkat Nasional tahun 2017
Wilayah Gresik telah dikenal sebagai ladang harta karun yang melimpah bagi kajian dan penggalian berbagai peninggalan sejarah, terutama dalam era-Islamisasi. Hal ini terbukti dengan banyak ditemukannya jejak nisan makam Islam, seperti nisan Siti Fatimah binti Maimun di Leran (Manyar) yang merupakan temuan makam Islam tertua se-Asia Tenggara, nisan makam Sunan Giri dan Maulana Malik Ibrahim dengan corak dan ciri khasnya masing-masing, nisan makam panjang, serta nisan-nisan lain sezaman yang tersebar di seluruh Gresik. Namun demikian, masih banyak dari khalayak umum masyarakat yang belum mengetahui serta memahami bahwa wilayah Gresik juga masih banyak memiliki peninggalan bersejarah di era-pasca Islam. Peninggalan sejarah tersebut terkait erat dengan era-kolonialisme bangsa-bangsa Eropa di Indonesia. Salah satu peninggalan bersejarah paling penting bagi kontribusi sejarah nasional adalah keberadaan situs Benteng Lodewijk yang berada di kawasan Pulau Mengare, Gresik. Menilik letaknya, Benteng Lodewijk ini masuk dalam kategori benteng di suatu pulau.
Benteng sendiri dapat diartikan sebagai
bangunan tempat berlindung atau bertahan dari serangan musuh, bisa juga benteng
menunjuk kepada dinding (tembok) untuk menahan serangan. Dalam “Ensilopedi
Indonesia” benteng didefinisikan
sebagai lokasi militer atau bangunan yang didirikan secara khusus, diperkuat,
dan tertutup untuk melindungi sebuah instalasi daerah atau sepasukan tentara
dari serangan musuh atau untuk menguasai suatu daerah. Bahkan, secara khusus
bangunan benteng diasosiasikan dengan kegiatan militer. Kehadiran benteng,
seperti Benteng Lodewijk tidak lepas dari kebutuhan manusia akan rasa aman
serta untuk pertahanan. Demi sebuah pertahanan kota maka dapat dilakukan dengan
mendirikan tembok, parit maupun benteng pertahanan terakhir. Bahkan, pada abad
15-17 para pedagang Eropa selalu berusaha untuk memperbesar gudang-gudang kecil
tidak bersenjata menjadi sebuah bangunan benteng, yang tak hanya mampu menahan
api namun juga serangan bersenjata.
A. Posisi Benteng Lodewijk (Fort Lodewijk).
Secara
administratif peninggalan sejarah Benteng Lodewijk berlokasi di Ds.Tajung
Widoro, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Prop. Jawa Timur. Dari pusat kota
Gresik, Benteng Lodewijk berjarak kurang lebih 25 Km. Benteng Lodewijk berada
di sekitar kawasan Pulau Mengare (Manarie dalam ejaan bahasa Belanda).[2] Benteng
Lodewijk berada di kawasan pesisir pantai utara Jawa. Benteng ini terletak tepat
di sekitar muara Sungai Bengawan Solo Lawas. Di sebelah selatan, benteng ini
berbatasan dengan Sungai Cemara yang berdampingan dengan keberadaan Pulau Mengare.
Di sebelah barat berbatasan dengan endapan sungai Bengawan Solo. Bagian utara
berbatasan dengan laut Jawa serta di bagian timur berhadapan langsung dengan Selat
Madura yang dari seberang juga nampak Pulau Madura.
B. Jejak Sejarah Awal Benteng Lodewijk.
Jejak sejarah pembangunan Benteng Lodewijk di
Mengare dimulai ketika Gubernur Jenderal Herman William Daendels mulai berkuasa
di Jawa tahun 1808. Dampak dari kekalahan Pemerintahan Belanda atas Perancis
maka berakibat ditunjuknya Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal di
Hindia Belanda sejak tahun 1808. Tugas utama penunjukannya adalah untuk
mempersiapkan pertahanan Jawa dari serangan Inggris.[4] Demi
tujuan tersebut, maka Herman Willem Daendels memerintahkan pembuatan Jalan Raya
Pos dari wilayah Anyer sampai Panarukan yang melintasi wilayah seluruh Pantai
Utara Jawa, dengan tujuan agar pasukan tentaranya lebih mudah untuk bergerak.
Selain pembuatan jalan, Herman Willem Daendels
juga merencanakan pembuatan dua benteng pertahanan yang masing-masing berada di
Merak (Jawa Barat) dan di Pulau Mengar (Gresik) Jawa Timur. Benteng di Gresik
ini dibangun dengan tujuan untuk mengawasi berbagai aktivitas politik dan
militer di sekitar perairan Selat Madura, Pelabuhan Surabaya, dan Pulau Madura.
Semua upaya itu adalah untuk mengantisipasi pendaratan pasukan Inggris. Mengingat
adanya peristiwa malaria yang menyerang para pekerja pembuatan benteng di
Merak, maka benteng yang dibangun di Jawa Barat tersebut gagal terwujud. Adapun
benteng yang dibangun di Pulau Mengare dapat terselesaikan pada tahun 1808 dan
kemudian benteng tersebut diberikan nama Fort Lodewijk atau Fort
Louis yang berguna untuk menjaga jalan masuk sisi Barat Laut ke Selat
Madura. Catatan Inggris menyebutkan bahwa Benteng Lodewijk berjarak 6 mil dari
Gresik dan 5 mil dari Ujung Pangkah. Diceritakan pula bahwa Herman Willem
Daendels memberi perhatian besar terhadap pembuatan benteng tersebut dengan
mengerahkan 750 orang pekerja.
Benteng Lodewijk di Mengare (Gresik) selesai dibangun
pada tahun 1808.[5]
Kepala proyek pembangunan Benteng Lodewijk dipercayakan kepada Laksamana
Buyskess. Pemberian nama Lodewijk pada bangunan benteng tersebut ialah untuk
menghormati Louis Bonaparte sebagai orang yg mengangkat H.W. Daendels sebagai
Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada peta kuno tahun 1811 dari "The
Qonquest of Java" terdapat informasi mengenai keberadaan Benteng
Lodewijk. Menurut catatan informasi masa kolonial tersebut, bahwa bangunan
Benteng Lodewijk ternyata dibangun diatas endapan lumpur yang menjorok ke selat
madura dan berjarak sekitar 1.400 yard dari Pulau Mengare. Dalam buku
karya Mayor Thorn (1815) yang berjudul “Penaklukan Pulau Jawa” ditulis
sebagai berikut:
"The insular fort stands at the extremity of a
mud-bank, which project into the channels about 1400 yards from the Island of
Menarie; but the bank is not visible even at low water." [6]
Saat
Komunitas Rodebrug Soerabaia mengunungi lokasi tersebut, mereka menemukan
bata-bata kuno berangka tahun antara 1833 hingga 1836. Angka-angka tersebut
nampaknya menunjukkan tahun dibangunnya Benteng Lodewijk. Benteng Lodewijk
nampaknya tidak rampung dibangun dans empat ditinggalkan. Namun, menjelang
Perang Dunia II, benteng ini kembali difungsikan. Dasar penjelasan bahwa
benteng ini telah difungsikan kembali adalah buku Mars at Historia, yang
menyebutkan adanya penempatan meriam di Lodewijk dan juga catatan seorang
prajurit Belanda bernama Han Samethini, seorang operator senjata anti udara
yang ebrtugas menempati pos di Benteng Lodewijk.[7]
C. Struktur Bangun Benteng Lodwijk (Fort Lodwijk).
Dari manuskrip kartografi koleksi Arsip
Nasional No. E83 dapat diketahui bahwa Benteng Lodewijk memiliki denah empat
persegi panjang yang dilengkapi dengan bastion pada keempat sudutnya. Pintu
masuk benteng berjumlah 1 buah dan terletak di sisi selatan serta tidak
terlihat adanya parit yang mengelilinginya. Tidak ditemukannya parit ini
mengingat posisi benteng yang berada wilayah di kepulauan. Di bagian dalam
benteng terdapat sejumlah struktur bangunan, di antaranya barak-barak serdadu,
markas perwira, dan gudang mesiu. Sumber-sumber Belanda maupun Inggris
menyebutkan bahwa Benteng Lodewijk tersebut berukuran cukup besar, yakni dapat
menampung 800 prajurit dengan dipersenjatai lebih dari 102 pucuk meriam. Sumber
lain menyebutkan bahwa Benteng Lodewijk juga dapat dilengkapi dengan 83 meriam
dan mortar. Namun pada tahun 1857 benteng itu kemudian ditinggalankan oleh pemerintahan
Hindia-Belanda.[8]
Hal ini berarti masa penggunaan Benteng Lodewijk secara normal hanya
berlangsung 50 tahun, yaitu antara tahun 1808 hingga 1857. Meskipun pada era
Perang Dunia II benteng ini kembali difungsikan sebagai basis pengintaian dan
pertahanan Belanda.
Berdasarkan peta kuno Belanda
tahun 1811 diperoleh informasi mengenai denah Benteng Lodewijk. Dari gambar
peta diketahui bahwa Benteng Lodewijk secara umum berbentuk persegi panjang
dengan keempat sisinya memiliki Bastion. [9]Di
dalam benteng digambarkan struktur bangunan yang memiliki beragam fungsi,
terutama terkait dengan aspek kemiliteran masa kolonial. Menurut penelitian
Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 2006-2008 menyatakan bahwa luas Benteng
Lodewijk mencapai 4,5 hektare.
Struktur bangunan Benteng Lodewijk saat itu
dapat dikatakan sangat canggih, yaitu menggunakan pondasi kayu yang berdiri
diatas lumpur dan baru didirikan Benteng Lodewijk, atau sekarang ada yang
menyebut pondasi ceker ayam. Berdasarkan hasil ekskafasi dan studi penelitian Balai
Arkeologi Yogyakarta juga diperoleh informasi bahwa saat ini Benteng Lodewijk
telah mengalami perubahan bentuk pada beberapa sisinya akibat proses kerusakan
alam. Terutama pada aspek “Bastion Benteng”, yaitu pada bagian Bastion
sisi Timur Laut dan Bastion Tenggara yang kondisisnya kini telah rusak akibat
proses abrasi laut.
Hasil ekskafasi di sisi Bastion Barat Daya dan
Barat laut diperoleh informasi mengenai struktur bangunan. Pada kedua Bastion
tersebut ditemukan struktur batu bata putih sebagai bahan dasar bangunan. Hasil
ekskafasi juga ditemukan pula berbagai peninggalan berupa tembikar, keramik,
gelas, dan logam. Hasil penelitian mampu menunjukkan informasi baru mengenai
keberadaan dua sumur tua yang ternyata tidak terdapat dalam peta benteng di
tahun 1811. Hasil kajian Balai Arkeologi Yogyakarta menemukan dua buah sumur
yang berlokasi di sisi Bastion Barat Daya dan sisi Utara dekat benteng.
Ditemukan pula beberapa saluran parit air yang berfungsi sebagai parit
pembuangan yang bersumber dari dalam benteng. Parit-parit air ini dahulunya
berada di dalam benteng yang terhubung ke luar benteng, namun karena proses
abrasi laut selama lebih dari seratus tahun maka saluran parit air benteng sisi
timur telah berada di luar secara keseluruhan. Benteng Lodewijk sendiri juga
memiliki fasilitas-fasilitas pendukung di dalamnya, seperti bangunan tempat
tinggal perwira dan komandan serta barak-barak prajurit. Ada juga ruang khusus yang
digunakan sebagai gudang senjata serta mesiu.
Di dalam benteng sempat ditemukan pula
fragmen-fragmen oleh para peneliti. Fragmen keramik yang ditemukan di sekitar benteng
sebagian berasal dari produksi (buatan) orang Eropa dan Cina. Fragmen keramik yang
ditemukan berupa piring, mangkok, dan sendok. Temuan fragmen gerabah terdiri
atas berbagai bentuk, seperti kendi dan kuwali (tempat air). Fragmen kaca yang
ditemukan berupa botol dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna. Temuan fragmen
besi hanya berupa paku. Temuan lainnya adalah berupa koin mata uang yang
tertera angka 1834. Kemudian fragmen-fragmen tulang yang juga ditemukan berupa
gigi dan tulang rusuk binatang.
D. Proses Pembangunan Benteng
Bagaimanakah
Benteng Lodewijk ini dibangun mengingat lokasi benteng tersebut berada di
daerah endapan lumpur. Menurut hasil kajian Balai Kajian Arkeologi Yogyakarta menunjukkan
bahwa proses pembangunan benteng tersebut ternyata melalui beberapa tahapan,
terutama pada bagian pondasi benteng. Mengingat struktur tanah yang berlumpur
hasil dari endapan Sungai bengawan Solo Lawas, maka tahapan pertama pembangunan
adalah dengan menancapkan terucuk-terusuk kayu yang panjangnya hampir setengah
meter. Kemudian di atas terucuk kayu dilapisi urukan-urukan pasir dan sisa batu
bata putih. Tahap berikutnya Benteng Lodewijk siap dibangun diatas urukan-urukan
tersebut. Proses pembuatan Benteng Lodewijk tersebut menurut catatan
mengerahkan 750 orang pekerja agar selesai.
Di
bagian Pulau Mengare lainnya juga terdapat peninggalan bersejarah yang terkait
langsung dengan proses pembangunan Benteng Lodewijk. Di Pulau Mengare, tepatnya
di Desa Kramat ditemukan 6 buah lubang galian batu bata putih serta sisa-sisa
jalur lori (rel kereta) yang terhubung ke pantai mengare. Jalur inilah yang nampaknya
digunakan pada saat pembangunan benteng. Lubang-lubang berdiameter 30–50 meter
tersebut adalah bekas galian tanah uruk batu kapur yang diangkut ke Benteng
Lodewijk. Tanah uruk diangkut dengan lori menuju areal benteng. Proses
pembangunan Benteng Lodewijk mengambil bahan dasar batu bata putih dari Pulau
Mengare (Desa Kramat) untuk diangkut oleh kereta dorong menuju pantai dan
selanjutnya diangkut menggunakan perahu atau kapal menuju ketempat bangunan benteng
sekarang.
--000--
Daftar Pustaka:
Ady Setyawan. 2010. Benteng-Benteng Surabaya.
Surabaya: Komunitas Roede Brug Soerabaia.
Major William Thorn. 1815. Penaklukan Pulau Jawa.
Media Komputindo.
___________________1815. The Conquest of Java -
Nineteenth-century Java seen through the eyes of a soldier of the British
Empire
Umar Wirahadi dan Guslan Gumilang. 2017. Perjalanan
Eksotis Telusuri Pulau Mengare 1-6 (Jawa Pos). Surabaya. Senin, 24 Jul 2017
Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.
1993. Sejarah Nasional indonesia (Jilid IV). Jakarta: Balai Pustaka.
Majalah Dermaga. 2013. Benteng Providencia (Dalam
Majalah dermaga). Edisi 177 Agustus 2013.www.majalahderaga.com.
Marten Douwes Teenstra. 1846. Beknopte beschrijving
van de Nederlandsche overzeesche bezittingen. The Groningen.
Hasil Kajian Penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta.
http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/siteregnas/public/objek/newdetail/PO2017011600001/Benteng-Lodewijk
http://patembayancitralekha.com/2016/08/18/benteng-tabanio/
[2] . Dalam beberapa referensi kolonial (Hindia-Belanda), Pulau Mengare disebut
dengan Manarie atau Manari.
[3] . Archieve Nationale, Fonds de la
Secreterirerie d’Etat IV 1740,Caran, Paris/Eymeret tt: 145-146. Atas budi
baik Mas Ady Setyawan (roodebrugsoerabaia)
[4] . Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah
Nasional indonesia (Jilid IV). Jakarta: Balai Pustaka.
[5] . Ketika
Gubernur Jenderal Hirman Willem Daendles berkuasa (1805-1811) dan menetap di
Surabaya, kota Surabaya diset up dan dibangun sebagai sebuah kota Eropa kecil.
Daendles menjadikan kota Surabaya sebagai kota dagang sekaligus kota benteng.
Surabaya mulai dihubungkan dengan Jalan Pos Besar (Grote Postweg) atau Jalan
Daendles, yang menghubungkan kota-kota pantai utara pulau Jawa dari Anyer
sampai Panarukan. Sarana dan prasarana mulai
dibangun dengan gaya Eropa. Rumah penguasa dinas (Tuinhuis, rumah kebun) yang
terletak di Simpangstraat (Jl Pemuda) dirombak menjadi rumah mewah bak
istana, dan dijadikan rumah dinasnya. Sebagai kota benteng, ia melengkapi
Surabaya dengan pabrik senjata (Altellerie Constructie Winkel), dan
sebuah benteng di mulut Pulau Menarie (Fort Lodewijk), yang pada 1857 dimusnahkan. Ia
juga mendirikan asrama militer lengkap dengan sebuah tangsi dan markas di
Jotangan (Taman Sikatan), rumah sakit militer CBZ (Central Burgerlijke
Ziekenhuis) di Simpangstraat, yang sekarang menjadi pusat belanja Surabaya
Delta Plaza.
[6] . Judul asli berbahasa Inggris edisi cetak ulang
tahun 1993 : The Conquest of Java - Nineteenth-century Java seen through the
eyes of a soldier of the British Empire: Major William Thorn.
[8].http://www.cagarbudaya.kemdikbud.go.id/siteregnas/public/objek/newdetail/P O20170116 00001 /
Benteng - Lodewijk
Boz,,,gmna teknik buat penulisan kyak gini/buat penulisan karya tulis ilmiah.. pngin bikin karya tulis, tpi berhubung lama ndk bikin jdi lupa. ada semcam literatur yg mudah dipahami kah..??
BalasHapus