Sejarah Perkembangan Kereta Api di Gresik 1899-1942
Oleh: Eko Jarwanto, M.Pd.
Guru Sejarah SMA Assaadah Gresik
Peraih Medali Emas OGN Sejarah 2017
A. Pendahuluan.
Sepanjang
sejarahnya, Gresik terbukti mampu menunjukkan eksistensi jati dirinya terkait
dengan kemajuan di bidang ekonomi. Kemajuan ekonomi tersebut nampak sejak masa
pertumbuhan kerajaan-kerajaan Islam pada abad 16 M hingga masa Pemerintahan
Kolonial Hindia-Belanda sampai abad ke 19 M. Pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda,
kemajuan perekonomian Gresik mampu menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan
pembangunan saat itu. Keberhasilan tersebut tentunya harus didukung oleh
berbagai sarana dan prasarana yang memadai. Salah satu sarana dan prasarana yang
dibangun untuk menunjang kemajuan Gresik pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda
adalah adanya suatu jaringan kereta api.
Transportasi
kereta api merupakan sarana yang sangat dibutuhkan di Gresik selama periode Pemerintahan
Kolonial Hindia-Belanda berkuasa. Kereta api dibutuhkan untuk berbagai
kepentingan pemerintahan maupun kepentingan penduduk saat itu. Transportasi kereta
api digunakan sebagai salah satu sarana bepergian dan berpindah tempat bagi
penduduk pribumi, orang-orang Eropa (Belanda), maupun orang-orang asing lainnya
(Cina dan Arab). Kereta api digunakan pula sebagai sarana perjalanaan dinas
resmi bagi para pejabat pemerintahn saat itu untuk mengadakan rapat-rapat kedinasan
di luar kota. Transportasi kereta api di Gresik pada masa Pemerintahan Kolonial
Hindia-Belanda bahkan digunakan pula untuk pengangkutan barang-barang hasil
perkebunan dan pertanian yang dijalankan oleh pemerintah maupun yang dijalankan
oleh perusahaan-perusahaan swasta saat itu. Demikianlah, kereta api telah
menjadi bagian pokok yang tidak terpisahkan dari kehidupan Gresik pada masa
kolonial.
B. Munculnya Kereta Api di Jawa
Ditinjau
dari sejarahnya secara umum, transportasi kereta api mulai hadir di Indonesia sejak
diterapkannya sistem Cultuurstelsel (Tanam
Paksa) di Indonesia. Setelah sistem Tanam Paksa diberlakukan oleh Van den Bosch
pada tahun 1830, pemikiran tentang pembangunan sarana dan prasarana terkait
kereta api di wilayah Hindia-Belanda (Indonesia) mulai diajukan. Tujuan utama
pembangunan saat itu ialah untuk mengangkut hasil-hasil bumi dan perkebunan dari
pelaksanaan sistem Tanam Paksa. Alasan lain yang mendukung pembangunan sarana
kereta api adalah karena tidak optimalnya lagi penggunaan jalan raya pada masa
itu untuk pengangkutan hasil-hasil perkebunan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda.
Menurut pemerintahan saat itu, penggunaan jalan raya sebagai salah satu sarana prasarana
pengangkutan hasil-hasil perkebunan dan pertanian pada masa itu dianggap masih
lamban. Akhirnya, pada tahun 1840, Kolonel J.H.R. Van der Wijck mengajukan permohonan
pembangunan jalur kereta api di wilayah Hindia Belanda (Indonesia) kepada
pemerintahan saat itu.
Seiring
hal tersebut, akhirnya kereta api pertama di Indonesia mulai dibangun pada tahun
1867 di wilayah Semarang dengan rute perjalanan antara Semarang - Tanggung yang
berjarak hanya 26 km oleh perusahaan Belanda yang bernama NISM, N.V. (Nederlands-Indische
Spoorweg Maatschappij). Jalur lintasan rel kereta api yang dibangun oleh
perusahaan NISM tersebut memiliki lebar 1.435 mm (lebar jalur SS - Staatsspoorwegen adalah 1.067 mm
atau yang sekarang dipakai). Pembangunan lintasan kereta api tersebut atas
permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer di wilayah Semarang maupun untuk
pengangkutan hasil-hasil bumi ke gudang-gudang di daerah Semarang.
Untuk
pembangunan kereta api awal di Indonesia (Jawa) tersebut diawali dengan upacara
pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di sebuah desa yang bernama Kemijen,
pada hari Jumat tanggal 17 Juni 1864. Pencangkulan pertama dilakukan oleh
Gubernur Jenderal Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda bernama Mr. L.A.J Baron
Sloet van den Beele. Pembangunan jalur lintasan kereta api tersebut diprakarsai
oleh "Nederlands-Indische Spoorweg
Maatschappij" (NIS) yang dipimpin langsung oleh Ir. J.P de Bordes dari
desa Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar lintasan rel sepur 1.435
mm. Ruas jalan ini selanjutnya dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10
Agustus 1867.
Selanjutnya,
untuk melayani kebutuhan pengiriman hasil bumi dari wilayah Indonesia menuju
luar Pulau Jawa ataupun menuju ke wilayah luar negeri, maka Pemerintah Kolonial
Hindia-Belanda sejak tahun 1876 telah membangun berbagai jaringan kereta api,
dengan muara jalur lintasan rel menuju pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta dan
Tanjung Perak di Surabaya. Wilayah Semarang sendiri meskipun dapat dianggap strategis,
tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, oleh karena Pemerintah Kolonial
Hindia-Belanda beranggapan bahwa barang-barang hasil bumi kemudian harus dikirim
ke daerah Batavia (Jakarta) atau Surabaya di Jawa Timur.
Keberhasilan
perusahaan swasta, NIS (Nederlands-Indische
Spoorweg Maatschappij) membangun jalan lintasan kereta api antara
Samarang-Tanggung yang pada akhirnya pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan
kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat para investor lainnya
untuk membangun jalan lintasan kereta api di berbagai daerah lainnya. Tidak
mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh
dengan sangat pesat. Jika pada tahun 1867 panjang rel lintasan kereta api hanya
26 km, maka pada tahun 1870 panjang lintasan rel kereta api telah menjadi 110
km, tahun 1880 mampu mencapai 405 km, tahun 1890 telah menjadi 1.427 km dan
pada tahun 1900 bahkan telah mencapai 3.338 km.[1]
Pembangunan
jalan kereta api juga dilaksanakan antara Semarang menuju daerah kesultanan (Vorstenlanden) serta antara daerah Batavia
(Jakarta) dan Bogor.[2]
Pembangunan kedua jalan kereta api ini diselesaikan tahun 1873 dan terutama
dimaksudkan untuk membuka daerah-daerah pedalaman Jawa dan menghubungkan daerah
perkebunan besar yang sebagian besar terletak di daerah pedalaman dengan
kota-kota pelabuhan terdekat, yaitu Batavia dan Semarang. Demikian pula tahun
1873 Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda mulai membangun jalan kereta api antara
Surabaya dan kota Malang, yang merupakan pusat penting perkebunan-perkebunan
besar di daerah Jawa Timur. Dapat disimpulkan bahwa pembangunan jaringan
jalan-jalan kereta api di Pulau Jawa terutama didorong oleh
pertimbangan-pertimbangan ekonomi, khususnya kepentingan perkebunan-perkebunan
besar baik milik Pemerintah Kolonial maupun milik pengusaha swasta saat itu.[3]
Dalam
pembangunan sarana kereta api di wilayah Indonesia masa itu maka mengikuti
ketentuan jenis rel yang diajukan. Jenis jalan rel kereta api di Indonesia
dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa
lintas cabang dan tram kota. Jalan
rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km,
sedangkan jalan kereta api yang dibangun semasa pendudukan Jepang hanya
sepanjang 83 km, yaitu antara wilayah Bayah - Cikara dan sepanjang 220 km
antara Muaro - Pekanbaru. Meskipun demikian, dengan teknologi yang seadanya,
jalan kereta api Muaro - Pekanbaru diprogramkan dapat selesai pembangunannya
selama 15 bulan dengan memperkerjakan 27.500 orang. Sebanyak 25.000 diantaranya
adalah para pekerja Romusha. Jalan
yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini
banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru.
Pada
masa Pemerintah Hindia-Belanda, pembangunan jaringan rel kereta api selama tahun
1875 - 1925 dapat terbagi dalam 4 tahap pembangunan, yaitu pebangunan tahap
pertama dilaksanakan tahun 1875 - 1888, tahap
kedua dilaksanakan tahun 1889 - 1899, tahap ketiga pada tahun 1900 – 1913, dan tahap
terakhir atau keempat dilaksanakan tahun 1914 - 1925.[4]
Pada
tahap pembangunan pertama yang dilaksanakan antara tahun 1876-1888 maka sarana
yang dibangun berupa jaringan antara Tanggung dan Gudang di wilayah Semarang. Pada
tahun 1876 tersebut telah dibangun jalur lintasan rel kereta api sepanjang 26
km. Pada tahun 1880 dibangun lintas Batavia
(Jakarta) - Buitenzorg (Bogor)
sepanjang 59 km oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda, kemudian dilanjutkan pembangunan
lintasan rel kereta api ke wilayah Cicalengka melalui Cicurug - Sukabumi -
Cibeber - Cianjur - Bandung. Pada tahun 1877 dibangun lagi jalur rel lintasan kereta
api lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan jalur lintas Surabaya -
Cilacap dengan melewati Kertosono - Madiun - Solo, dan juga dibangun jalur
kereta api lintas Jogya - Magelang. Hingga tahun 1888 jaringan rel kereta api yang
terbangun adalah:
1. Batavia (Jakarta) – Buittenzorg
(Bogor) - Sukabumi - Bandung - Cicalengka
2. Batavia (Jakarta) - Tanjung Priok dan Batavia - Bekasi
3. Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo -
Madiun - Sidoarjo - Surabaya
4. Kertosono - Kediri - Blitar
5. Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan
- Probolinggo
6. Solo - Purwodadi - Semarang dan
Semarang - Rembang
7. Tegal – Balapulang
Pada
pembangunan tahap kedua, jaringan kereta api tetap difokuskan di Pulau Jawa. Pembangunan
jaringan kereta api dilaksanakan antara tahun 1889 hingga tahun 1899. Sampai
akhir tahun 1899 jaringan rel kereta api yang terbangun oleh Pemerintah
Kolonial Hindia-Belanda sebagai berikut:
1. Yogyakarta - Cilacap
2. Surabaya - Pasuruan - Malang
3. Madiun - Solo
4. Sidoarjo - Mojokerto
5. Mojokerto - Kertosono
6. Kertosono (Nganjuk) - Blitar
7. Kertosono (Nganjuk) - Madiun - Solo
8. Buitenzorg (Bogor) - Cicilengka
9. Batavia (Jakarta) - Rangkasbitung
10. Bekasi - Krawang
11. Cicalengka - Cibatu (Garut) -
Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
12. Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
13. Yogyakarta - Magelang
14. Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
15. Sebagian jalur Madura
Pembangunan jaringan kereta api tahap ketiga dilaksanakan antara tahun 1899 sampai 1913. Pembanunan pada tahap keiga ini dilakukan untuk untuk pengembangan rel kereta api di Pulau Jawa dan Madura. Hingga akhir tahun 1913 jaringan rel kereta api yang terbangun adalah:
1. Rangkasbitung - Labuan dan
Rangkasbitung - Anyer
2. Krawang - Cirebon dan Cikampek -
Bandung
3. Pasuruan - Banyuwangi
4. Seluruh jaringan Madura
5. Blora - Bojonegoro – Surabaya[5]
Selanjutnya
pembangunan jaringan kereta api tahap keempat yang mulai dilaksanakan antara
tahun 1913 sampai 1925. Pada tahap keempat ini nampaknya yang menjadi fokus
pembangunan adalah di wilayah luar Pulau Jawa. Hingga tahun 1925 jaringan rel kereta
api yang terbangun adalah:
1. Sisa jalur Pulau Jawa
2. Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung
Priok
3. Elektrifikasi Batavia (Jakarta)- Bogor
4. Sumatera Selatan: Panjang - Palembang
dan
5. Sumatera Barat: sekitar Sawahlunto dan
Padang
6. Sumatera Utara: Tanjung Balai - Medan -
Pematangsiantar; dan Medan - Belawan - Pangkalansusu.
7. Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana
Makasar - Maros - Sinkang
8. Sulawesi Utara: rencana Manado -
Amurang
9. Kalimantan: rencana Banjarmasin -
Amuntai; dan rencana Pontianak - Sambas.[6]
Demikianlah tahapan pembangunan jalur lintasan kereta api
yang dilaksanakan oleh Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda selama berkuasa di
Indonesia. Mencermati dari tahapan pembangunan yang dilaksanakan maka nampak
jelas bahwa daerah-daerah yang menjadi lintasan kereta api merupakan daerah
yang memiliki potensi tinggi untuk menunjang kemajuan ekonomi, sosial, dan
politik Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda saat itu.
C. Pembangunan Jaringan Rel Kereta Api di Gresik
Sejak kapankah sarana transportasi
kereta api di Gresik mulai dibangun oleh pemerintah Kolonial Hindia-Belanda?.
Secara pasti sulit untuk ditentukan karena memang sedikitnya petunjuk-petunjuk
yang mengarah kesana, akan tetapi berdasarkan tahapan pembangunan yang
dijabarkan di atas maka dapat diperkirakan atau setidaknya dipastikan bahwa
jalur kereta api di wilayah Gresik dibangun mulai tahun 1899 oleh Pemerintah
Kolonial Hindia-Belanda. Tahun ini diperoleh pada informasi perkembangan tahapan
pembangunan kereta api yang dicanangkan pemerintahan saat itu. Menurut catatan
diperoleh informasi bahwa pembangunan kereta api di Gresik masuk dalam tahapan ketiga
dari empat tahapan pembangunan kereta api. Hal ini sesuai dengan yang tertulis
dan terdokumentasi dalam Gedenkboek der
Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch Indie (1875-1925), Buku
Kenang-kenangan kereta api dan trem
di Hindia Belanda untuk masa laporan tahun 1875-1925, ditulis oleh S.A.
Reitsma (Redaktur) dan diterbitkan
oleh Dinas Informasi Topografi Hindia
Belanda pada tahun 1925.
Pada
masa Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda, jalur rel kereta api yang dibangun
di Gresik meliputi dua jalur utama. Dua jalur itu berada pada bagian jalur lintasan
utara dan jalur lintasan selatan wilayah Gresik. Pada bagian jalur lintasan utara,
rel kereta api dibangun melintasi daerah Gresik kota lama sekarang. Jalur ini
berada di setiap tepi kota dan bahkan jalurnya dapat dikatakan melingkari
seluruh kota lama Gresik. Arah lintasan kereta api dimulai dari arah selatan
kota. Mulai dari arah selatan kota, jalur kereta api lurus menuju ke utara
hingga menuju ke kota lama lalu menuju ke pelabuhan Gresik dan akhirnya belok
kearah barat. Setelah belok ke arah barat kota, lalu jalur kereta api kemudian
lurus hingga sampai di daerah dekat pintu masuk GKB (Gresik Kota Baru) sekarang
yang bagian utara (gerbang utara). Arah jalur rel kereta api selanjutnya menuju
ke daerah Pongangan, Suci hingga melintas di bawah jalur Tol Surabaya-Gresik
saat ini. Setelah melewati bawah jalan tol, jalur rel kereta api kemudian
berbelok ke arah selatan menuju ke arah Bunder. Setelah melewati daerah barat
Bunder, jalur rel kereta api kemudian lurus ke arah selatan menuju ke Stasiun
Sumari. Jalur rel kereta api ini kemudian menyatu kembali dengan jalur kereta
api yang dari arah Surabaya (Stasiun Kandangan) menuju Stasiun Duduk Sampeyan
(Gresik). Selanjutnya jalur rel kereta api tersebut lurus mengarah ke barat
menuju ke arah Kabupaten Lamongan.[7]
Selanjutnya, pada bagian rel yang dibangun di selatan melewati daerah Cerme hingga
lurus ke arah barat menuju daerah Duduk Sampeyan. Artinya, jalur rel bagian
utara yang melewati kota dapat diibaratkan sebagai percabangan dari rel kereta
api yang bagian selatan.
Dapat
dijelaskan terkait jalur lintasan kereta api yang dibangun pada masa
Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda mulai tahun 1899 sampai tahun 1942 di Gresik secara keseluruhan. Berawal dari
Stasiun Kandangan (Surabaya) maka selanjutnya jalur rel kereta api mulai
bercabang menjadi dua arah ketika memasuki wilayah Gresik. Cabang satu mengarah
lurus ke arah barat menuju Cerme - Duduk Sampeyan - Lamongan. Sedangkan cabang
lain mengarah ke utara, yaitu ke arah Kota Gresik. Berikut rute jalur lintasan
rel kereta api yang mengarah ke Gresik Kota.
1. Jalur
Kandangan (Surabaya) menuju daerah Indro
(Gresik)
Dari stasiun Kandangan (Surabaya) maka lintasan rel kereta
api ke arah barat, setelah melewati jembatan sungai kecil, rel bercabang dan
menikung ke kanan 75 derajat ke arah utara dan melewati di bawah Jalan Tol
Surabaya-Gresik sekarang. Setelah menyeberangi jembatan sungai yang merupakan
perbatasan antara Kota Surabaya dengan Kabupaten Gresik, rel menikung ke kanan
dan sejajar dengan Jalan Kapten Dharmo Sugondo sepanjang 1,2 kilometer.
Kemudian rel mejauh dari jalan, melewati kompleks pabrik dan akhirnya memasuki
Stasiun Indro. [8]
2. Jalur
Indro menuju daerah Gresik Kota
Ke arah utara Stasiun Indro, jalur mengarah ke utara dan
sedikit ke barat dan menuruni turunan curam, kemudian bertemu dengan Jalan
Harun Tohir sepanjang 1,3 kilometer, rel berada di sisi timur Jalan Harun
Tohir. Kemudian rel menikung sedikit ke kanan, berpisah dari Jalan Harun Tohir,
kemudian melewati tepat di depan pintu gerbang Pelabuhan Gresik, rel masih
sedikit lurus ke utara sepanjang 264 meter dan akhirnya memasuki Stasiun
Gresik. Bekas jalur ini masih dapat terlihat di sisi timur Jalan Harun Tohir
dan di depan pintu gerbang Pelabuhan Gresik, yang berupa jalur rel yang telah mati
dan jembatan kecil yang masih dapat terlihat dengan jelas.
3. Jalur
Gresik Kota menuju daerah GKB (Gresik Kota Baru)
Setelah Stasiun Gresik kota, jalur terus mengarah ke utara
mengelilingi Kota Gresik dekat pelabuhan yang kemudian berbelok ke barat menyusuri
jalan raya utama Gresik-Lamongan. Jalur rel kereta api ini selanjutnya menuju
kea rah pintu gerbang GKB (Gresik Kota Baru) bagian utara. Sampai sekarang
sekitar 50 meter dari pintu gerbang bagian utara kea rah selatan terdapat
perempatan kecil yang ternyata dahulunya merupakan lintasan kereta api. Jika
diperhatikan perempatan pertama di GKB dapat dipastikan 100% adalah lintasan
rel kereta api lama.[9]
4. Jalur
GKB (Gresik Kota Baru) menuju Stasiun Sumari
Dari
GKB bagian uatara maka jalur rel kereta api selanjutnya mengarah ke daerah Suci
melalui Pongangan hingga melewati di bawah jalan Tol Surabaya Gresik. Setelah
melewati bawah tol, jalur rel kemudian berbelok kea rah seatan menuju arah
Bunder. Dari barat Bunder kemudian jalur rel lurus ke arah selatan bertemu
kembali dengan jalur utama di Stasiun Sumari yang kini sudah hilang.[10]
Dari Stasiun Sumari jalur kereta api kemudian menuju ke Duduk Sampeyan untuk
diteruskan ke arah Lamongan kota.
Seiring
hal di atas, maka pasca Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda rupanya masih
dibangun kembali jalur lintasan rel kereta api. Pada masa itu dibangun jalur
rel tambahan yang menghubungkan ke tempat-tempat industri besar di Gresik yang
berujung ke pelabuhan Gesik. Jalur baru yang dibangun tersebut adalah jalur Indro
menuju arah Pabrik PT Petrokimia. Pada bagian awal, jalur ini masih satu arah
dengan jalur menuju pabrik PT Semen Gresik, namun setelah melewati Jalan Kapten
Dulasim, jalur rel menikung ke kanan, melewati Jalan Kapten Dulasim lagi,
melewati Jalan Panglima sudirman dan mengarah ke wilayah Karangturi. Kemudian
rel bercabang ke kiri, melewati Jalan Tri Dharma dan masuk ke dalam kompleks
pabrik PT Petrokimia. Di sebelah utara juga ada rel cabang menuju gudang
pelabuhan di daerah Tlogopojok. Sejak tahun 2013, jalur ini telah diaktifkan
kembali untuk angkutan pupuk.
D. Pembangunan Stasiun di Gresik
Sebagai
sebuah sarana transportasi massal, maka kereta api membutuhkan tempat untuk
pemberhentian dan pengangkutan penumpang serta barang. Tempat pemberhentian
kereta api atau yang lebih dikenal dengan istilah stasiun menjadi pusat sentral
bagi penduduk untuk menggunakan transportasi. Stasiun menjadi tempat arus naik
dan turunnya penumpang dalam bepergian ke tempat yang mereka tuju. Sebab
itulah, maka di Gresik juga dibangun beberapa stasiun. Salah satunya ialah
stasiun yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda yang berlokasi di
Gresik Kota Lama. Hal ini tidak mengherankan karena pusat pemerintahan Gresik
saat itu memang berada di Gresik Kota Lama (saat itu pusat kota Gresik berada
di Kota Lama Gresik).
Stasiun
Gresik terletak di Kelurahan Pekelingan, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik. Untuk
saat ini, stasiun yang berketinggian +2 m ini terletak di Daerah Operasi VIII
Surabaya. Dahulunya, stasiun ini merupakan stasiun padat penumpang untuk naik
maupun turun dari kereta api, namun seiring berkembangnya Kota Gresik yang arah
perkembangannya semakin menjauhi Stasiun Gresik (Kawasan Gresik Lama), akhirnya
Stasiun Gresik ditutup pada Oktober 1975 karena kalah bersaing dengan moda
transportasi darat lainnya seperti bus, angkot, dan kendaraan pribadi.
Sekarang
ini keadaan bangunan Stasiun Gresik sangat memprihatinkan, atap stasiun
terdapat banyak lubang, jalur kereta sudah ditutup dan ditimbun ditempati rumah
warga di sekitar stasiun dan bekas jalur menuju Stasiun Indro sudah menjadi
sebuah gang kecil. Namun masih banyak bekas jalur kereta api dari Stasiun
Gresik ke Stasiun Indro yang masih dapat dilihat, terutama di sisi timur Jalan
Harun Tohir. Bila dilihat dengan teliti, di depan pintu gerbang Pelabuhan
Gresik terdapat bekas perlintasan kereta api yang hampir seluruhnya sudah
tertutup aspal dan jembatan kecil yang masih jelas terlihat. Kini asetnya masih
dikuasai oleh PT Kereta Api Indonesia, dan masih menyisakan bangunan yang utuh
dengan kanopi (overkapping) serta handel persinyalan yang bertipe "Alkmaar" buatan Nederlandse Machinefabriek Alkmaar,
Belanda.
Dokuemntasi Foto KITLV menunjukkan adanya penumpang yang bepergian dengan
menggunakan sarana tranportasi kereta api di stasiun Gresik Kota. Di samping
itu, di sekitar stasiun juga terdapat sarana angkutan tradisional berupa dokar (andong). Fungsi dari sarana dokar
tersebut dipastikan sebagai angkutan awal bagi penumpang yang sebelumnya ingin
menuju ke stasiun dari rumahnya, ataupun angkutan lanjutan bagi penumpang yang
ingin melanjutan perjalanaan setelah para penumpang tersebut turun dari kereta
api untuk diantarkan ke tempat-tempat berikutnya.
Stasiun berikutnya adalah stasiun
Indro. Stasiun Indro adalah stasiun kereta api kelas III yang terletak di Desa
Sidorukun, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik. Stasiun ini dibangun setelah era
Kolonial Hindia-Belanda. Stasiun berketinggian +8 m ini berada di Daerah
Operasi VIII Surabaya. Stasiun yang hanya melayani angkutan barang semen dan
minyak kelapa sawit ini memiliki 5 jalur kereta dan tidak memiliki sepur lurus
(sepur utama). Di sebelah utara stasiun ini terdapat 4 percabangan jalur kereta
api, yaitu ke Pabrik Semen Gresik dan PT Petrokimia. Jalur yang melingkari Kota
Gresik hingga bertemu dengan jalur utama di Stasiun Sumari, dan jalur yang
menuju ke Stasiun Gresik Kota di daerah Pelabuhan Gresik, uniknya pada jalur
ini mempunyai kemiringan yang terjal, yaitu naik atau turun kira-kira 24 meter
tiap 1 kilometer karena Stasiun Indro berada di atas sebuah bukit sedangkan
Stasiun Gresik Kota berada di dekat pinggir laut. Namun keempat jalur tersebut
semuanya sudah tidak digunakan lagi.[11]
Dua stasiun kereta api lagi berada di daerah Cerme dan
Sumari. Untuk stasiun kereta api di Cerme sampai sekarang masih aktif dan
bahkan dibangun jalur ganda mengingat posisi dan perannya yang sangat sentral
bagi lalu lintas barang dan penumpang antar kota dan antar provinsi. Sedangkan
satu stasiun lagi, yaitu stasiun Sumari sudah hilang tak berbekas. Stasiun ini
sesungguhnya menempati posisi penting karena menjadi penghubung antara rel
bagian selatan dengan menuju ke arah kota dari arah barat. Namun jejaknya sudah
hilang. Stasiun Sumari kini hanya berupa lahan area persawahan semata.
E. Jenis Kereta Api di Gresik
Berbicara mengenai jenis kereta api
apa yang digunakan selama masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, termasuk
pula jenis kereta api apa yang digunakan di Gresik emnarik untuk dikaji. Secara
umum, di Indonesia pernah ada lokomotif uap dari berbagai jenis, antara lain:
Tipe B, Tipe C, Tipe BB, Tipe DD, Tipe D. Sebagian lokomotif uap yang pernah
ada di Indonesia tersebut di atas (seri B, C, BB, CC, DD dan D) telah dipajang
di Museum Kereta Api Ambarawa. Sebagian di antaranya sudah tidak diketahui lagi
keberadaannya karena tersisa fotonya saja.
Jenis kereta yang umum digunakan sepanjang tahun 1876-1925
adalah kereta penumpang (yang juga digunakan sebagai kereta barang). Kereta
penumpang adalah sarana untuk mengangkut penumpang, sedangkan untuk mengangkut
barang disebut gerbong sedangkan untuk mengangkut barang cair disebut ketel.
Sejak dahulu, kereta dibuat secara lokal, dengan sasis dan rangka baja
sedangkan bodi dibuat dari kayu. Pada waktu itu belum ada pendingin udara,
sehingga kelas kereta dibedakan jenis kursi dan jumlah kursi per kereta. Kelas
1 terdapat 3 tempat duduk per baris, kelas 2 terdapat 4 tempat duduk per baris
dan kelas 3 terdapat 5 tempat duduk per baris. Sehingga tiap kereta kelas 3
terdapat 60-72 tempat duduk, sedangkan tiap kereta kelas 2 terdapat 24-32
tempat duduk dan kelas 1 terdapat 12 tempat duduk. Biasanya kelas 1 dan kelas 2
menjadi satu, sedangkan kelas 3 tersendiri. Namun kelas 1, kelas 2, dan kelas 3
dirangkai dalam satu rangkaian.[12]
F. Penutup
Perkembangan sarana transportasi kereta
api di Gresik pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda selama tahun
1899-1942 menunjukkan aspek-aspek yang dapat dikatakan menakjubkan dan
terencana. Berdasarkan uraian kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut;
1.
Meskipun secara pasti tidak dapat
diungkapkan, namun berdasarkan catatan data perkembangan kereta api yang
disusun pada masa kolonial (Gedenkboek der
Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch Indie (1875-1925), maka dapat dijelaskan bahwa
sarana transportasi kereta api di Gresik di bangun mulai tahun 1899 hingga
1913. Hal ini seiring dengan pembangunan jalur kereta api utama yang
menghubungkan antara jalur lintasan Blora-Bojonegoro-Surabaya.
2.
Jalur lintasan kereta api yang dibangun di
Gresik memiliki dua jalur utama yaitu jalur utara dan jalur selatan. Kedua
jalur ini mulai bercabang sejak di stasiun Kandangan (Surabaya), dimana satu
jalur menuju ke arah utara (Gresik Kota Lama) yang melingkari wilayah kota dan
jalur satunya menuju ke arah barat (Gresik selatan). Kedua jalur ini nantinya
akan bertemu kembali di stasiun Sumari (Gresik).
3.
Di wilayah Gresik sepanjang diketahui telah
dibangun sedikitnya empat stasiun utama yang dibangun pada masa Kolonial
Hindia-Belanda, yaitu 1). Stasiun Gresik
Kota, 2). Stasiun Cerme, 3). Stasiun Sumari, dan 4). Stasiun Duduk Sampeyan.
Sedangkan Stasiun Indro diperkirakan dibangun pada masa-masa kemudian setelah
era Kolonial Hindia-Belanda. Stasiun Indro dan Stasiun Gresik berada di sekitar
Kota Gresik Lama, sedangkan Stasiun Cerme berada di wilayah Kecamatan Cerme,
Stasiun Sumari berada di wilayah antara Cerme dan Duduk Sampeyan, sedangkan
Stasiun Duduk Sampeyan berada di Kecamatan Duduk Sampeyan. Khusus Stasiun
Sumari dan Stasiun Gresik Kota, kini keberadaannya hanya tinggal jejaknya saja.
4.
Secara umum perkembangan kereta api di Gresik
untuk bagian jalur utara mengalami penurunan. Banyak jalur rel kereta api yang
sudah di nonaktifkan. Stasiun Gresik ditutup pada Oktober
1975 karena kalah bersaing dengan moda transportasi darat lainnya seperti bus,
angkot, dan kendaraan pribadi. Sedangkan untuk jalur lintasan kereta api selatan yang
melewati Cerme dan Duduk Sampeyan sampai sekarang masih berfungsi, bahkan
mengalami kemajuan dengan dibangunnya rel ganda sejak tahun 2014.
[1]. Selain di Jawa, pembangunan rel kereta api juga dilakukan
di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan
(1914), bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47
Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923,
sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan,
meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km)
sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan
studi pembangunan jalan kereta api. Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan
kereta api di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya
berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km telah hilang, yang diperkirakan
karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma (Myanmar) untuk
pembangunan jalan kereta api di sana.
[2]. Daerah kesultanan (Vorstenlanden) yang dimaksud ialah
daerah kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
[3].
Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta: Balai Pustaka.
Halaman: 133.
[4].
S. A. Reitsma (Redaktur). 1925. Gedenkboek der Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch Indie
(1875-1925), Buku Kenang-kenangan kereta api dan trem di Hindia Belanda untuk masa laporan tahun
1875-1925. Jatinegara: Dinas Informasi Topografi Hindia Belanda.
[5] . Pada bagian jalur lintasan rel
kereta api inilah (Blora – Bojonegoro –
Surabaya) dapat diduga juga melintasi wilayah Gresik. Hal ini berarti pula
pembangunan jalur kereta api di Gresik untuk pertama kalinya.
[6]
. Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai
dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus.
[7] . Penulis melakukan studi kunjungan
dan penelitian sendiri untuk menemukan jalur lintasan kereta api. Berdasarkan
penelitian sendiri penulis menemukan fakta bahwa bekas jalur rel kereta api dari
arah kota lama Gresik menuju ke daerah GKB (Gresik Kota Baru) lalu jalur itu
menuju ke arah daerah Suci hingga di bawah tol Surabaya-Gresik. Bekas jalur rel
kereta api kemudian berbelok menuju ke arah selatan. Di setiap bekas jalur rel
kereta api tersebut pada saat ini masih terdapat tanda peringatan (pengumuman)
dari PT Kereta Api tentang status tanah yang ada di atasnya. Dalam keterangan
papan informasi yang terpasang di setiap jalan yang peneliti lalui ditemukan
banyak keterangan bahwa jalur bekas rel kereta api tersebut (sekarang berupa
jalan setapak berpaving) adalah tanah milik PT Kereta Api.
[8]. Pada masa Kolonial Hindia-Belanda, stasiun Indro diperkirakan
belum ada. Satu-satunya stasiun yang ada di daerah kota adalah Stasiun Gresik
Kota. Stasiun Indro adalah stasiun yang dibangun pada masa-masa kemudian. Pada
Agustus 2010, bagian jalur dari Stasiun Kandangan ke Stasiun Indro, rel keretanya
telah diperbaiki dan diperbagus dengan mengganti rel ukuran R25 dan R33 dengan
bantalan kayu dan besi menjadi R42 dengan bantalan beton. Kini jalur
Kandangan-Indro masih menunggu keputusan rencana pengoperasian kereta api
barang angkutan minyak kelapa mentah atau dalam Bahasa Inggrisnya disebut "Crude Palm Oil (CPO)"
[9] . Pembaca dapat melihat peta cetak
atau peta melalui apikasi online dan akan menemukan bekas jalur rel kereta api
lama yang dimaksud. Dalam peta tersebut ditemukan adanya jalan lurus dan lalu
berbelok ke selatan. Proses beloknya jalan tersebut sangat sesuai dengan jalur
kereta api.
[10] . Lokasi tempat berdirinya bangunan
Stasiun Sumari sekarang telah rata dengan tanah dan daerah sekitarnya telah
menjadi area persawahan.
[11]. Jalur yang menuju Pabrik Semen Gresik sudah
tidak digunakan lagi karena pabrik tersebut berencana pindah ke Tuban,
sedangkan jalur menuju ke Pabrik Petrokimia tidak pernah dipakai lagi, jalur
yang melingkari Kota Gresik sudah lama mati sejak tahun 1980-an dan nyaris
tidak berbekas, dan jalur yang menuju Stasiun Gresik di daerah Pelabuhan Gresik
juga sudah mati pada Oktober 1975 dan di atas jalur tersebut berdiri banyak
bangunan rumah warga, namun pada jalur ini masih banyak jejak dan bekas yang
masih dapat terlihat di pinggir timur Jalan Harun Tohir di Gresik Kota Lama.
[12].
Di Jabodetabek, KRL mulai dirintis tahun 1925.
Awalnya, kereta tersebut ditarik oleh lokomotif
listrik, salah satunya seperti ESS
3201 yang kini masih terawat dengan baik karena dilestarikan
oleh Unit Heritage KAI sekarang
Seandainya jalur rel mati dari stasiun Indro ke arah Stasiun Sumari masih ada dan aktif, sudah pasti banyak warga kota Gresik menuju keluar kota maupun dari luar kota Gresik menuju ke Gresik akan sangat antusias menggunakan moda angkutan kereta api ini..saya kira alasan kalah dari moda transportasi lain misal mobil, bus, motor, dll..dan juga alasan pembangunan kota, itu semua bukan alasan yang tepat untuk menutup jalur tersebut. Tetapi sejatinya adalah tidak adanya pembaruan kembali fasilitas rel (penggantian rel lama ke rel baru standart PJKA waktu itu), persinyalan, sarana prasarana stasiun, dll..ditambah alasan efisiensi biaya pastinya juga menjadi dasar yang ditutup2i oleh PJKA (sekarang PT. KAI) waktu itu..Padahal wilayah Gresik ini bila dikembangkan perkeretaapiannya, maka akan sangat bagus potensi pasarnya, baik untuk angkutan orang dan barang secara massal, maupun untuk angkutan wisata kota..cobalah untuk disurvey agar jalur ini seluruhnya dapat diaktifkan kembali..warga kota Gresik dan kabupaten yang dilewati jalur ini sangat mengharapkan diaktifkannya jalur kereta api ini.
BalasHapusWoori Casino Login - Play on Mobile or Desktop
BalasHapusThe https://octcasino.com/ Woori Casino App will be available at Woori Casino on a mobile or desktop casino-roll.com basis. To play on our mobile aprcasino or septcasino desktop, you can also play with your desktop https://tricktactoe.com/ browser,